Politik Agraria: Siapa yang Diuntungkan, Siapa yang Dikorbankan?

Politik Agraria: Siapa Raya, Siapa Teraniaya?

Politik agraria adalah jantung dari bagaimana sebuah negara mengatur kepemilikan, penggunaan, dan pengelolaan tanah serta sumber daya alam di atasnya. Lebih dari sekadar isu teknis, ini adalah medan perebutan kekuasaan dan kesejahteraan yang menentukan nasib jutaan orang. Di balik setiap kebijakan agraria, selalu ada pertanyaan fundamental: siapa yang diuntungkan dan siapa yang dikorbankan?

Siapa yang Diuntungkan?

Dalam banyak kasus, kebijakan agraria cenderung menguntungkan modal besar dan korporasi. Melalui pemberian konsesi lahan skala luas untuk perkebunan (sawit, karet), pertambangan, atau infrastruktur, mereka mendapatkan akses eksklusif ke sumber daya yang melimpah. Regulasi yang longgar, proses perizinan yang cepat, dan dukungan politik seringkali menjadi jalan tol bagi ekspansi bisnis ini. Elit politik dan pemodal besar yang berafiliasi seringkali menjadi pihak yang "raya" (kaya/berjaya) dari sistem ini, mengumpulkan keuntungan finansial yang signifikan.

Siapa yang Dikorbankan?

Di sisi lain, yang paling sering menjadi korban adalah petani kecil, masyarakat adat, dan kaum tak bertanah. Mereka kehilangan hak atas tanah ulayat atau lahan garapan turun-temurun akibat klaim tumpang tindih, penggusuran paksa, atau kriminalisasi saat mempertahankan haknya. Kehilangan tanah berarti kehilangan mata pencarian, identitas budaya, dan jaminan pangan. Mereka terpinggirkan, terpaksa menjadi buruh upahan di tanah sendiri yang kini dikuasai korporasi, atau bermigrasi ke kota tanpa bekal. Inilah kelompok yang "teraniaya" oleh sistem agraria yang timpang.

Dampak Lebih Luas

Ketimpangan agraria ini tidak hanya menciptakan kesenjangan ekonomi yang parah, tetapi juga memicu konflik sosial yang berkepanjangan dan kerusakan lingkungan. Deforestasi, hilangnya keanekaragaman hayati, dan pencemaran seringkali menjadi efek samping dari eksploitasi lahan yang masif.

Oleh karena itu, politik agraria yang adil bukan hanya tentang redistribusi tanah, tetapi juga tentang pengakuan hak, perlindungan masyarakat rentan, dan pengelolaan sumber daya yang berkelanjutan. Tanpa itu, setiap jengkal tanah yang digarap hanya akan memperlebar jurang antara mereka yang raya dan mereka yang teraniaya.

Exit mobile version