Narasi Berwarna: Jejak Keberpihakan Media dalam Kontestasi Politik Nasional
Dalam setiap kontestasi politik nasional, media massa diharapkan menjadi pilar demokrasi yang menyajikan informasi secara objektif dan berimbang. Namun, realitasnya seringkali menunjukkan fenomena ‘keberpihakan’ media, sebuah bias yang tanpa sadar atau sadar mewarnai pemberitaan. Ini bukan sekadar bias pribadi, melainkan sebuah dinamika kompleks yang memengaruhi persepsi publik.
Mengapa Keberpihakan Terjadi?
Keberpihakan ini bukan tanpa sebab. Faktor kepemilikan media yang seringkali terafiliasi dengan kepentingan politik atau bisnis tertentu menjadi pemicu utama. Selain itu, preferensi ideologi jurnalis atau redaksi, tekanan iklan, hingga upaya menjaga relasi dengan kekuatan politik yang berkuasa atau berpotensi berkuasa, turut membentuk narasi yang disajikan. Media, pada dasarnya, adalah sebuah institusi yang tak bisa sepenuhnya steril dari kepentingan.
Bagaimana Keberpihakan Termonitor?
Manifestasi keberpihakan ini beragam. Bisa berupa framing atau pembingkaian isu yang menguntungkan satu pihak dan merugikan lainnya, seleksi berita yang menonjolkan kelebihan kandidat tertentu sementara mengabaikan kekurangannya, atau bahkan penggunaan bahasa dan nada yang cenderung positif bagi satu kubu dan negatif bagi kubu lawan. Obyektivitas seringkali terganti oleh narasi yang konstruktif atau destruktif, tergantung pada siapa yang diberitakan.
Dampak dan Konsekuensi
Dampak dari keberpihakan media ini signifikan. Ia berpotensi memecah belah opini publik, menciptakan polarisasi yang tajam, dan bahkan mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap institusi media itu sendiri. Masyarakat yang tidak kritis dapat dengan mudah digiring pada persepsi tertentu, menghambat proses pengambilan keputusan politik yang rasional dan berdasarkan informasi yang seimbang.
Mencari Keseimbangan
Maka, di tengah riuhnya kontestasi politik, penting bagi media untuk senantiasa kembali pada etika jurnalistik: menyajikan fakta, bukan opini berpihak. Bagi masyarakat, menjadi konsumen berita yang cerdas dan kritis adalah kunci, membandingkan informasi dari berbagai sumber agar tidak terjebak dalam echo chamber narasi berwarna. Hanya dengan begitu, peran media sebagai penjaga demokrasi yang independen dapat benar-benar terwujud.
