Jejak Politik di Dunia Pendidikan: Netral atau Terpolitisasi?

Mimbar Ilmu atau Medan Ideologi? Menyingkap Jejak Politik di Dunia Pendidikan

Dunia pendidikan seringkali kita bayangkan sebagai menara gading yang netral, tempat ilmu murni diajarkan tanpa intervensi. Namun, realitasnya jauh lebih kompleks. Sejak dulu hingga kini, jejak politik tak pernah absen dari koridor-koridor sekolah dan universitas, memunculkan pertanyaan krusial: Apakah pendidikan benar-benar netral, atau justru terpolitisasi?

Keterikatan yang Tak Terhindarkan

Secara inheren, pendidikan memiliki dimensi politik. Kebijakan kurikulum, alokasi anggaran, sistem rekrutmen guru, hingga tujuan pendidikan itu sendiri, semuanya adalah produk keputusan politik. Pendidikan berfungsi membentuk warga negara, menanamkan nilai-nilai kebangsaan, dan menyiapkan generasi untuk berpartisipasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam konteks ini, "politik" adalah bagian integral dan esensial dalam membentuk masyarakat yang berfungsi.

Ketika Netralitas Terkoyak: Bahaya Politisasi

Masalah muncul ketika dimensi politik ini bergeser menjadi politisasi sempit. Ini terjadi saat pendidikan dimanfaatkan sebagai alat propaganda atau indoktrinasi untuk kepentingan partai, kelompok, atau ideologi tertentu. Contohnya bisa berupa penulisan ulang sejarah yang bias, pemaksaan materi ajar yang condong ke satu pandangan, atau pembatasan ruang diskusi kritis yang dapat mengancam status quo. Politisasi semacam ini merampas hak siswa untuk berpikir mandiri dan menghambat pengembangan intelektual yang sehat, mengubah mimbar ilmu menjadi medan perebutan ideologi.

Mengejar Keseimbangan: Antara Keniscayaan dan Ideal

Jadi, apakah pendidikan harus netral sepenuhnya? Mungkin tidak sepenuhnya mungkin, mengingat perannya dalam membentuk masyarakat. Namun, yang harus dikejar adalah netralitas dalam penyampaian dan objektivitas dalam pendekatan. Artinya, pendidikan harus berupaya menyajikan berbagai perspektif secara berimbang, berdasarkan fakta, dan mendorong siswa untuk menganalisis serta membentuk pandangannya sendiri. Bukan menghindari topik politik, melainkan menyajikannya dengan cara yang membebaskan pikiran, bukan membelenggu.

Kesimpulan:

Jejak politik di dunia pendidikan adalah keniscayaan. Garis tipis antara membentuk warga negara yang kritis dan mengindoktrinasi adalah tantangan abadi. Tugas kita adalah memastikan bahwa pendidikan tetap menjadi pilar yang kokoh untuk membebaskan pikiran, mendorong pemikiran kritis, dan menghasilkan generasi yang mampu membedakan antara fakta dan propaganda, bukan sekadar menjadi alat kekuasaan sesaat.

Exit mobile version