Jalan Terjal Politik Berintegritas: Menepis Godaan Kekuasaan dan Pragmatisme
Politik yang ideal adalah politik yang didasari nilai luhur dan integritas tanpa kompromi, di mana kepentingan publik ditempatkan di atas segalanya. Namun, mewujudkan visi ini bukanlah perkara mudah; ia adalah medan perjuangan melawan berbagai godaan dan tantangan fundamental.
Godaan Kekuasaan dan Korupsi: Racun paling mematikan bagi politik berintegritas adalah godaan kekuasaan. Seringkali, prinsip luhur dikorbankan demi jabatan, kekayaan, atau pengaruh. Korupsi, kolusi, dan nepotisme menjadi praktik yang sulit diberantas karena memberikan keuntungan instan bagi segelintir pihak, meskipun merugikan masyarakat luas. Integritas sejati berarti menolak iming-iming ini, namun tekanan sistemik seringkali terlalu kuat.
Pragmatisme Politik dan Populisme: Tantangan lain adalah politik pragmatis yang hanya mengejar kemenangan jangka pendek dan popularitas semu. Etika dan janji sering diabaikan demi meraih suara. Populisme, yang memanfaatkan emosi publik tanpa dasar kebijakan yang kuat, juga merusak fondasi nilai. Pemimpin yang berintegritas harus berani mengambil keputusan sulit demi kebaikan jangka panjang, meskipun tidak populer.
Budaya Politik dan Sistem yang Lemah: Sistem politik yang lemah dalam pengawasan, serta budaya politik yang permisif terhadap pelanggaran, memperparah keadaan. Kurangnya transparansi, penegakan hukum yang tumpul, dan akuntabilitas yang rendah menciptakan celah bagi praktik tak berintegritas. Apatisme publik dan kurangnya partisipasi kritis juga memberi ruang bagi para politisi untuk menyimpang tanpa konsekuensi berarti.
Kesimpulan:
Membangun politik berbasis nilai dan integritas memang jalan terjal yang penuh rintangan. Namun, ini adalah keharusan mutlak demi terciptanya tatanan sosial yang adil dan sejahtera. Membutuhkan komitmen kolektif dari para pemimpin, partai politik, institusi penegak hukum, dan terutama masyarakat. Pendidikan politik, penegakan hukum yang tegas, transparansi, dan akuntabilitas adalah pilar utamanya. Hanya dengan kegigihan dan kesadaran bersama, politik yang melayani bukan hanya kepentingan, tapi juga hati nurani, dapat terwujud.











